Ethical Governance
Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku bahwa melalui penghayatan etis yang baik, seorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan menjaga moralitas pemerintahan. Aparatur pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi, akan senantiasa menjaga dirinya agar dapat terhindar dari perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga amanah yang diberikan, yang tercermin dalam perilaku hidup sehari- hari.
Secara umum, tugas pokok pemerintahan mencakup 7 bidang pelayanan, akan tetapi dapat lebih difokuskan lagi menjadi 3 fungsi yang utama, yaitu : Pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment) dan pembangunan (development). Dipandang dari sudut etika, keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diamanahkan, haruslah dapat diukur dari ketiga fungsi utama tersebut. Pelayanan yang baik akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan yang setara akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan yang merata akan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
Etika pemerintahan, seyogianya dikembangkan dalam upaya pencapaian misi tersebut, artinya setiap tindakan yang dinilai tidak sesuai dianggap tidak mendukung apalagi dirasakan dapat menghambat pencapaian misi dimaksud, seyogianya dianggap sebagai satu pelanggaran etik. Pegawai pemerintah yang malas masuk kantor, tidak secara sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya, minimal dapat dinilai telah melanggar etika profesi pegawai negeri sipil. Mereka yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan merugikan kepentingan umum, pada hakikatnya telah melanggar etika pemerintahan.
Pemerintahan pada level manapun sangat urgent untuk memiliki pedoman tentang landasan etika bagi para aparatnya dalam rangka mengemban tiga fungsi pemerintahan. Pada saat yang sama, kewenangan yang melekat pada kekuasaan pemerintahan perlu disusun dan dibagi kedalam struktur-struktur yang mengikat secara kolektif, saling membatasi, saling mengawasi dan saling terkait satu sama lain sebagai satu mata rantai yang saling menguatkan. Selanjutnya secara simultan juga memperkuat kepribadian aparatur dan berupaya mengakomodasi kepribadian yang baik kedalam sistem yang baik, sehingga kecenderungan terjadinya abuse of power akan dapat ditekan sampai pada tingkat terendah.
Dalam pemahaman konteks tersebut, aparatur pemerintah seyogianya-menjadikan dirinya sebagai teladan di dalam pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi dengan kata lain, sudah bukan waktunya lagi, pemerintah dapat begitu saja mengambil hak milik orang lain tanpa kewenangan yang jelas dan disertai pemberian imbalan atau ganti rugi yang wajar. Singkatnya, setiap warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari aparatur pemerintah berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku.
Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau kegiatan yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Karena itu perbuatan pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan moral serta budaya baik antara pemerintah dengan rakyat, antara lembaga/pejabat pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini biasanya disebut prinsip kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moral sebagai dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi landasan etis bagi pejabat dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan.
Etika pemerintahan tersebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara dalam selaku manusia sosial. Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika kepemerintahan adalah :
- Penghormatan terhadap hidup manusia dan hak asasi manusia lainnya
- Kejujuran (honesty) baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya
- Keadilan (justice) dan kepantasan, merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain
- Fortitude, yaitu kekuatan moral, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan dan nasib
- Temperance, yaitu kesederhanaan dan pengendalian diri
- Nilai-nilai adama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar umat manusia harus bertindak secara profesional dan bekerja keras.
Tujuan etika pemerintahan antara lain adalah:
- Menciptakan pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa
- Menempatkan segala perkara pada tempatnya sesuai dengan kodrat, harkat, martabat manusia serta sesuai dengan fungsi, peran dan misi pemerintahan.
- Terciptanya masyarakat demokratis
- Terciptanya ketertiban, kedamaian, kesejahteraan dan kepedulian.
Fungsi etika pemerintahan dalam praktek penyelenggaraannya antara lain:
- Sebagai suatu pedoman, referensi, acuan, penuntun dalam pelaksanaan tugas - tugas pemerintah
- Sebagai acuan untuk menilai apakah keputusan dan atau tindakan pejabat pemerintahan itu baik atau buruk, terpuji atau tercela
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Pemerintahan
- Pejabat terpidana korupsi yang masih menjabat
Pejabat yang bekas terpidana korupsi berdasarkan informasi Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, jumlahnya sangat fantastis.
”Data sementara, PNS yang masuk penjara karena korupsi ada 153 orang dalam lima tahun terakhir. Kementerian Dalam Negeri mempunyai data nama dan daerahnya dan masih terus meng-update. Juga masih ditelusuri apakah mereka diberi jabatan atau tidak,” kata Gamawan, Senin (5/11).
Sebagian dari PNS yang menjadi terpidana korupsi dan telah menjalani hukuman itu justru mendapat promosi dan menduduki jabatan eselon II di tingkat provinsi atau kabupaten. Setidaknya ada 14 PNS bekas terpidana korupsi yang justru mendapat promosi jabatan strategis di daerah (Kompas, 5/11). Hanya dua orang yang mengundurkan diri dari jabatannya setelah mendapat tekanan dari publik.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek menambahkan, PNS yang menjadi terpidana korupsi itu berada pada rentang eselon II hingga eselon IV di provinsi atau kabupaten/kota. Mereka, antara lain, menjabat staf pelaksana, bendahara proyek, hingga kepala dinas yang menjadi kuasa pengguna anggaran.
Menurut Gamawan, sejumlah daerah telah merespons surat edaran yang diterbitkannya tentang larangan promosi jabatan bagi PNS bekas terpidana korupsi. Mereka tengah mencari solusi, apakah memberhentikan atau meminta PNS itu mundur dari jabatannya.
Gamawan menegaskan, jika gubernur tidak mengindahkan larangan itu, ia akan membatalkan surat keputusan pengangkatan pejabat bersangkutan. Jika yang tak mengindahkan larangan itu bupati/wali kota, ia akan memerintahkan gubernur untuk membatalkan surat keputusan bupati/wali kota itu.
Terkait status PNS para bekas terpidana korupsi, menurut Gamawan, peraturan yang ada saat ini memungkinkan kepala daerah memberikan sanksi dalam tiga tingkatan berdasarkan kesalahannya, mulai dari sanksi teguran hingga diberhentikan dengan tidak hormat.
”Data sementara, PNS yang masuk penjara karena korupsi ada 153 orang dalam lima tahun terakhir. Kementerian Dalam Negeri mempunyai data nama dan daerahnya dan masih terus meng-update. Juga masih ditelusuri apakah mereka diberi jabatan atau tidak,” kata Gamawan, Senin (5/11).
Sebagian dari PNS yang menjadi terpidana korupsi dan telah menjalani hukuman itu justru mendapat promosi dan menduduki jabatan eselon II di tingkat provinsi atau kabupaten. Setidaknya ada 14 PNS bekas terpidana korupsi yang justru mendapat promosi jabatan strategis di daerah (Kompas, 5/11). Hanya dua orang yang mengundurkan diri dari jabatannya setelah mendapat tekanan dari publik.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek menambahkan, PNS yang menjadi terpidana korupsi itu berada pada rentang eselon II hingga eselon IV di provinsi atau kabupaten/kota. Mereka, antara lain, menjabat staf pelaksana, bendahara proyek, hingga kepala dinas yang menjadi kuasa pengguna anggaran.
Menurut Gamawan, sejumlah daerah telah merespons surat edaran yang diterbitkannya tentang larangan promosi jabatan bagi PNS bekas terpidana korupsi. Mereka tengah mencari solusi, apakah memberhentikan atau meminta PNS itu mundur dari jabatannya.
Gamawan menegaskan, jika gubernur tidak mengindahkan larangan itu, ia akan membatalkan surat keputusan pengangkatan pejabat bersangkutan. Jika yang tak mengindahkan larangan itu bupati/wali kota, ia akan memerintahkan gubernur untuk membatalkan surat keputusan bupati/wali kota itu.
Terkait status PNS para bekas terpidana korupsi, menurut Gamawan, peraturan yang ada saat ini memungkinkan kepala daerah memberikan sanksi dalam tiga tingkatan berdasarkan kesalahannya, mulai dari sanksi teguran hingga diberhentikan dengan tidak hormat.
Sumber:
http://otda.kemendagri.go.id/index.php/berita-210/351-mewujudkan-etika-pemerintahan
http://www.jalurberita.com/2013/03/etika-politik-dan-pemerintahan.html
http://aguzssudrazat.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-etika-pemerintahan-dan.html
http://nasional.kompas.com/read/2012/11/06/09440588/153.PNS.Bekas.Terpidana
0 comments:
Post a Comment