Friday, October 31, 2014

Menganalisis Kinerja Keuangan Perusahaan Setelah Merger

Posted by Nova Pungki Nisako at 4:39 AM 2 comments
“Pengaruh Merger Terhadap Kinerja Keuangan PT Gudang Garam, Tbk”
*kalau gambar tidak muncul bisa dicek di makalah asli di halaman referensi, semoga membantu ^^"

LATAR BELAKANG

Merger dan akuisisi perusahaan di Indonesia umumnya cenderung mengalami peningkatan. Perkembangan Merger dan Akuisi selama lima tahun terkahir ini, tahun 2000 sampai dengan 2008, mengalami peningkatan sebesar 45%. Dengan dilakukannya merger dan akuisisi, diharapakan perusahaan dapat melanjutkan usahanya dengan bantuan serta kerjasama dengan perusahaan lain dan selanjutnya untuk saling bersinergi mencapai tujuan tertentu.  Namun disisi lain, merger dan akuisisi justru akan memberikan kerugian bagi perusahaan, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perusahaan yang dinilai dari rasio keuangannya.
Berikut merupakan data beberapa variabel rasio keuangan sebelum dan setelah melakukan merger dan akuisisi dari 13 perusahaan di Indonesia pada periode 2005-2008.
Untitled.jpg
Tabel diatas menunjukkan perubahan rasio yang fluktuaktif dimana :
-          Rasio CR pada awal sebelum merger dan akuisisi menurun namun selanjutnya menunjukkan peningkatan yang baik. Rasio CR adalah rasio kemampuan perusahaan yang lebih baik setelah melakukan merger dan akuisisi terhadap kewajiban yang harus segera dibayar oleh perusahaan.
-          Rasio DER pada awal sebelum merger dan akuisisi menurun namun selanjutnya menunjukkan peningkatan yang baik. DER merupakan perbandingan antara liabilities dengan total pendanaan dengan modal sendiri (semakin tinggi rasio DER maka semakin banyak uang kreditur yang digunakan sebagai modal kerja yang diharapkan meningkat untuk meningkatkan laba serta mencerminkan risiko perusahaan yang tinggi).
-          Rasio TATO menunjukkan efektifitas kinerja perusahaan dalam penggunaan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan revenue yang meskipun berfluktuaktif tetapi masih stabil sehingga perusahaan setelah merger dan akuisisi dapat melakukan ekspansi dan perbumbuhan aset pada tahun kedua setelah merger dan akuisisi tidak tercapai.
-          Rasio ROA merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber ekonomi yang ada untuk menghasilkan laba yang diharapkan akan meningkat. Pada tabel diatas rasio ROA setelah melakukan merger dan akuisisi justru mengalami penurunan, yang menggambarkan kinerja perusahaan menurun setelah dilakukannya merger.
-          Setelah melakukan merger dan akuisisi, rasio ROE mengalami penurunan yang menunjukkan setelah dilakukan merger dan akuisisi perusahaan belum bisa memanfaatkan modal sendiri yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan maksimal.


PENDAHULUAN
A.    PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
“Apakah ada pengaruh keputusan merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang diukur berdasarkan rasio likuiditas, rasio utang, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas.”
B.     TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini dilaksanakaan adalah untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan rasio likuiditas, rasio utang, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas.
C.    LANDASAN TEORI
Merger adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu, dimana perusahaan yang melakukan merger mengambil atau membeli semua aset dan liabilities perusahaan yang di merger, sehingga perusahaan yang melakukan merger memiliki sedikitnya 50% saham dan perusahaan yang dimerger  berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru.
Akuisisi adalah penggabungan usaha dimana perusahaan pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi.
Alasan – alasan dilakukannya merger dan akuisisi :
1.      Perusahaan dapat bertumbuh dengan cepat dengan melakukan ekspansi secara merger dan akuisisi.
2.      Secara tidak langsung perusahaan mengurangi jumlah pesaing.
3.      Perusahaan menjadi bersinergi karena biaya overhead dapat meningkatkan pendapatan yang lebih besar setelah melakukan merger atau akuisisi.
4.      Dengan melakukan merger atau akuisisi, perusahaan dapat meningkatkan dananya.
5.      Meger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar sehingga likuiditas pemilik akan meningkat.


PEMBAHASAN

PT Gudang Garam, Tbk resmi berdiri pada 27 Agustus 1990 sebagai perusahaan publik produsen rokok kretek terbesar di Indonesia. PT Gudang Garam, Tbk melakukan merger dengan PT Surya Pamenang pada 7 Maret 2002.
PT Surya Pamenang memproduksi kertas karton untuk memasok kebutuhan bahan kemasan.
Maka dapat disimpulkan bahwa PT Gudang Garam, Tbk dengan PT Surya Pamenang melakukan merger vertikal, atau merger yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna.
Untuk mengetahui dampak merger terhadap PT Gudang Garam, Tbk maka perlu diadakan tinjauan terhadap laporan keuangan dengan menggunakan berbagai perhitungan analisis rasio. Informasi mengenai tabel dibawah bersumber pada Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), dan Bursa Efek Jakarta.
A.    Rasio Likuiditas
a.       Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio Lancar = Aktiva Lancar / Kewajiban Jangka Pendek
3.jpg
-          Pada tahun 2000 Current Ratio sebesar 2,00, yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 utang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 2,00 maka Current Ratio tersebut dikatakan baik.
-          Tahun 2001 Current Ratio naik menjadi 2,20 yang disebabkan oleh adanya kenaikan jumlah aktiva lancar dan utang lancar.
-          Pada tahun 2003 Current Ratio sebesar 1,97.
-          Dan pada tahun 2004 rasio tsb turun menjadi 1,68. Penurunan ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah aktiva lancar disertai dengan kenaikan utang lancar yang lebih besar.
b.      Rasio Cepat
Rasio Lancar = (Aktiva Lancar – Persediaan)/Kewajiban Jangka Pendek
4.jpg
-          Pada tahun 2000 Quick Ratio sebesar 0,42,berarti bahwa setiap Rp 1,00 utang lancar dijamin oleh aktiva lancar yang lebih likuid sebesar Rp 0,42.
-          Tahun 2000 rasio turun menjadi 0,40. Penurunan rasio ini dikarenakan adanya kenaikan aktiva lancar diikuti dengan kenaikan persediaan dan kenaikan utang lancar.
-          Pada tahun 2003 quick ratio sebesar 0,40.
-          Tahun 2004 rasio turun menjadi 0,33. Penurunan ini dikarenakan adanya kenaikan aktiva lancar sebesar yang diikuti dengan kenaikan persediaan disertai dengan kenaikan jumlah utang lancar dalam jumlah yang lebih besar.
-          Jadi, Rasio Cepat PT Gudang Garam, Tbk. dikatakan buruk karena di bawah angka 1 dan menunjukkan bahwa PT Gudang Garam, Tbk. kurang dapat memenuhi kewajiban lancarnya dengan aktiva lancar yang lebih likuid apabila sewaktu-waktu ditagih.

B.     Rasio Utang
a.       Rasio Utang Terhadap Likuiditas
Rasio Utang = Total Utang/Ekuitas Pemegang Saham
5.jpg
-          Pada tahun 2000 Rasio Utang terhadap Ekuitas sebesar 0,77. Hal ini berarti Rp 0,77 dari setiap Rp 1,00 ekuitas pemegang saham menjadi jaminan utang.
-          Tahun 2001 rasio ini turun menjadi 0,64. Penurunan ini karena adanya kenaikan total utang,disertai dengan kenaikan ekuitas pemegang saham.
-          Pada tahun 2003 Rasio Utang terhadap Ekuitas sebesar 0,58.
-          Dan pada tahun 2004 rasio utang terhadap ekuitas naik yaitu menjadi 0,69. Kenaikan ini disebabkan oleh adanya kenaikan total utang disertai dengan kenaikan ekuitas pemegang saham dengan jumlah yang lebih kecil.
b.      Rasio utang Terhadap Total Aktiva
Debt to Total Asset Ratio = Total Utang/Total Aktiva
6.jpg6.jpg
-          Pada tahun 2000 Rasio Utang terhadap Total Aktiva sebesar 0,44, yang artinya Rp 0,44 dari setiap Rp 1,00 total aktiva digunakan untuk menjamin total utang.
-          Pada tahun 2001 rasio turun menjadi 0,39. Penurunan disebabkan olehckenaikan total utang yang disertai dengan kenaikan total aktiva dalam jumlah yang lebih besar.
-          Pada tahun 2003 Rasio Utang terhadap Total Aktiva sebesar 0,37 yg artinya Rp 0,37 dari setiap Rp 1,00 total aktiva digunakan untuk menjamin total utang.
-          Tahun 2004 rasio naik menjadi 0,41. Kenaikan ini dikarenakan adanya kenaikan total utang disertai kenaikan total aktiva dengan jumlah yang lebih kecil.
C.    Rasio Aktivitas
a.       Rasio Perputaran Aktiva
Total Assets Turnover = Penjualan Bersih/Total Aktiva
7.jpg
-          Pada tahun 2000 TAT menunjukkan angka 1,38x, artinya setiap Rp 1,00 aktiva dapat menghasilkan Rp 1,38 penjualan bersih.
-          Tahun 2001 rasio menjadi 1,34x. Penurunan ini dikarenakan adanya kenaikan total aktiva yang diikuti dengan kenaikan penjualan bersih dengan jumlah yang lebih kecil.
-          Pada tahun 2003 perputaran aktiva PT Gudang Garam, Tbk. sebesar 1,33x.
-          Dan tahun 2004 rasio ini turun menjadi 1,18x. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan total aktiva yang diikuti dengan kenaikan penjualan bersih dengan jumlah yang lebih kecil.
b.      Rasio Perputaran Persediaan
Inventory Turnover Ratio = Harga Pokok Penjualan/Persediaan
Harga Pokok Penjualan = Persediaan Awal + Pembelian Bersih – Persediaan Akhir
8.jpg 






-          Rasio Perputaran Persediaan pada tahun 2001 menunjukkan angka 1,51x dengan nilai persediaan Rp 7.197.500 dan rata-rata penyimpanan persediaan di gudang 238 hari.
-          Tahun 2001 perputaran persediaan turun menjadi 1,49x dengan nilai persediaan Rp 9.103.779 dan rata - rata penyimpanan persediaan di gudang 242 hari. Penurunan perputaran persediaan ini dikarenakan adanya kenaikan harga pokok penjualan dengan presentase yang lebih kecil dari presentase kenaikan persediaan.
-          Pada tahun 2003 Rasio Perputaran Persediaan perusahaan 1,95x dengan nilai persediaan Rp 9.528.579 dan rata-rata penyimpanan persediaan di gudang 185 hari.
-          Tahun 2004 rasio turun menjadi 1,79x dan nilai persediaan naik menjadi Rp 10.875.860,00 dengan rata-rata penyimpanan persediaan di gudang 201 hari.
D.    Rasio Profitabilitas
a.       Margin Laba Kotor dalam Kaitannya Dengan Penjualan
Gross Profit Margin = (Penjualan Bersih – HPP)/Penjualan Bersih
9.jpg
-          Pada tahun 2000 Margin Laba Kotor sebesar 0,28. Hal ini berarti bahwa setiap rupiah penjualan bersih menghasilkan laba kotor (penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan) sebesar Rp 0,28.
-          Pada tahun 2001 Gross Profit Margin perusahaan mengalami penurunan menjadi 0.25. Penurunan ini disebabkan oleh adanya kenaikan laba kotor yang jumlahnya lebih kecil dibanding dengan jumlah kenaikan penjualan bersih.
-          Pada tahun 2003 Margin Laba Kotor perusahaan 0,20, yang berarti bahwa setiap rupiah penjualan menghasilkan laba kotor sebesar Rp 0,20.
-          Pada tahun 2004 Margin Laba Kotor perusahaan tetap pada angka 0,20. Angka tetap ini sebagai akibat dari naiknya penjualan bersih dan kenaikan laba kotor.

b.      Rasio Margin Laba Operasi
Operating Profit Margin = Laba Operasi/Penjualan Bersih
10.jpg
-          Pada tahun 2000 Margin Laba Operasi menunjukkan angka 0,22 atau setiap Rp 1,00 penjualan bersih menghasilkan Rp 0,22 laba operasi.
-          Tahun 2001 rasio ini mengalami penurunan menjadi 0,19. Penurunan ini disebabkan adanya kenaikan penjualan bersih diikuti kenaikan laba operasi dengan jumlah yang lebih kecil.
-          Pada tahun 2003 Margin Laba Operasi perusahaan sebesar 0,13, artinya setiap Rp 1,00 penjualan bersih menghasilkan Rp 0,13 laba operasi.
-          Tahun 2004 Rasio Laba Operasi turun menjadi 0,12. Penurunan ini sebagai akibat adanya kenaikan penjualan bersih yang justru diikuti dengan penurunan laba operasi.
c.       Rasio Margin Laba Bersih
Net Profit Margin = Laba Bersih Setelah Pajak/Penjualan Bersih
11.jpg
-          Pada tahun 2000 Margin Laba Bersih sebesar 0,15, artinya setiap rupiah penjualan bersih menghasilkan laba bersih setelah pajak Rp 0,15.
-          Tahun 2001 Margin Laba Bersih perusahaan turun menjadi 0,12. Penurunan ini dikarenakan adanya kenaikan penjualan bersih yang justru diikuti dengan penurunan laba bersih setelah pajak.
-          Pada tahun 2003 Margin Laba Bersih perusahaan sebesar 0,08, berarti bahwa setiap rupiah penjualan bersih menghasilkan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 0,08.
-          Pada tahun 2004 Margin Laba Bersih perusahaan turun menjadi 0,07. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan jumlah penjualan bersih yang justru diikuti dengan penurunan laba bersih setelah pajak.
d.      Tingkat Pengembalian Atas Investasi (ROI)
Return On Investment = Laba Bersih Setelah Pajak/Total Aktiva
13.jpg
-          Pada tahun 2000 Return on Investment menunjukkan angka 20,69% yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 modal yang diinvestasikan dalam aktiva mampu memperoleh keuntungan bersih setelah pajak sebesar Rp 0,21.
-          Pada tahun 2001 rasio ini turun menjadi 15,52%. Penurunan ini disebabkan adanya kenaikan total aktiva yang diikuti dengan penurunan laba bersih setelah pajak.
-          Pada tahun 2003 Return on Investment perusahaan berada pada angka 10,60%, artinya setiap Rp 1,00 modal yang diinvestasikan dalam aktiva mampu menghasilkan laba bersih setelah pajak Rp 0,11.
-          Pada tahun 2004 rasio ini turun menjadi 8,69%. Penurunan ini disebabkan karena kenaikan total aktiva yang diikuti dengan penurunan laba bersih setelah pajak.
e.       Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas (ROE)
Return On Equity = Laba Bersih Setelah Pajak/Ekuitas Pemegang Saham


14.jpg,14.jpg 






-          Pada tahun 2000 Return on Equity menunjukkan angka 36,71% yang berarti bahwa perusahaan mampu manghasilkan laba bersih setelah pajak Rp 0,37 bagi setiap Rp 1,00 ekuitas pemegang saham.
-          Pada tahun rasio ROE turun menjadi 25,46%. Penurunan ini sebagai akibat adanya kenaikan ekuitas pemegang saham yang disertai dengan penurunan laba bersih setelah pajak.
-          Pada tahun 2003 ROE sebesar 16,76%, yang berarti bahwa setiap rupiah ekuitas pemegang saham menghasilkan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 0,17.
-          Return on Equity perusahaan mengalami penurunan 12,35% pada tahun 2004 menjadi 14,69%. Penurunan ini disebabkan adanya kenaikan jumlah ekuitas pemegang saham yang diikuti dengan penurunan laba bersih setelah pajak.


KESIMPULAN

Dari laporan keuangan diatas dapat disimpulkan bahwa :
-      Rasio likuiditas PT Gudang Garam sesudah merger lebih rendah dibandingkan dengan rasio lancar sebelum melakukan merger (likuiditas perusahaan baik).
-      Rasio utang PT Gudang Garam, Tbk sesudah merger pada awalnya lebih rendah, namun dua tahun setelah melakukan merger mengalami kenaikan kembali.
-        Rasio aktivitas perputaran aktiva PT Gudang Garam, Tbk setelah merger mengalami penurunan, namun rasio perputaran persediaan mengalami kenaikan setelah melakukan merger (penjualan bersih pada tahun awal setelah merger menurun, namun selanjutnya mengalami kenaikan).
-       Rasio profitabilitas PT Gudang Garam, Tbk setelah merger mengalami penurunan (laba kotor menurun setelah melakukan merger).


REFERENSI













 

Kumpulan Makalah Kuliah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea